Laman

Kamis, 22 Maret 2018



Pengendalian Hayati bukan Sekedar Konsepsi
Oleh : Andik Setyawan
(Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Jember)


Kepik Predator (Sycanus dichotomis)

Sudah banyak teori dan konsep yang menjelaskan tentang bagaimana Perlawanan, Pengendalian, sampai Pengelolaan hama yang baik. Bagi para pembaca yang masih bingung dengaan istilah hama, secara definitif, Flint & van De Bosch 1981 yang dikutip oleh H.Purnomo dalam salah satu karyanya (2010) menjelaskan bahwa Hama (pest) didefinisikan sebagai segala organisme yang mengurangi ketersediaan, kuanlitas, atau nilai sumber daya yang dimiliki manusia.

Banyak sekali teknik pengendalian yang ada, bagi para pembaca yang berstatus mahasiswa pertanian tentu tidak asing dengan istilah pengenalian secara kultur teknis, secara mekanik, secara fisik, secara alami, secara biologis dan secara yang lainnya. Makin bingung kah dengan istilah tersebut? Pada prinspinya keseluruhannya adalah teknik pengendalian yang bisa digunakan untuk melawan Hama di pertanaman yg sedang dibudidayakan. Selengkapnya silah googling.

Sayangnya perhari ini di lapangan, petani pada umumnya cenderung memilih menggunakan pengendalian secara kimiawi yg memang praktis dan cepat hasilnya. Menggunakan pestisida berbahan kimia yang berbahaya yang oleh WHO di catat pada tahun (1992), terdapat sekitar 25 juta kasus keracunan  pestisida dan lebih dari 20.000 kematian terjadi per tahun berkaitan dengan pestisida. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja pada lahan pertanian (dikutip dari karya H.Purnomo, 2010).

Kenapa teknik pengendalian lain yang secara teori dan konsepsi sebenarnya baik belum bisa diimplementasikan secara masif oleh petani?? Se-masif yang petani kerjakan dg cara Chemis?? Itu kita diskusikan di bangku samping kelas saja. Supaya tetap pada tataran konsep nanti hasilnya hehe

Kali ini penulis akan bercerita singkat tentang Implementasi teknik Pengendalian Hayati (biological control) menggunakan Kepik Predator (Sycanus dichotomis) untuk melawan Ulat Penggerek Daun Kelapa Sawit [UPDKS] bangsanya Ulat Api (Setora nitens) yang dikerjakan oleh PT. SAWIT ASAHAN INDAH (ASTRA AGRO), Rokan Hulu Riau.

Nampak digambar adalah aktor termaksud, serangga tersebut adalah kepik baik (Sycanus) yg membantu asisten HPT dalam melawan UPDKS. Strategi yang diterpakan perusahaan adalah dengan menciptakan habitat/iklim yang kondusif untuk Sycanus melalui siklus hidupnya dengan baik. Secara teknis, perusahaan menanam tanaman bunga (Refugia) Turnella ulmifolia, pohon keres (istilah jawa) dan bunga air mata pengantin (istilah melayi). Selain itu, perusahaan juga memberlakukan konsevasi terhadap beberapa jenis gula berbunga yang ditengarai menjadi habitat dari serangga2 predator dan parasitoid. Beberapa diantaranya ada Melastoma, Asystesia, Neprolephis, Borreria.

Akibatnya luar biasa, hampir 5 Tahun terahir pertanaman sawit seluas 5000 ha yang dikelola perusahaan tidak pernah mengalami serangan UPDKS dengan kategori berat. Di beberapa blok, berdasarkan pengamatan hanya terjadi serangan ringan.

Hal tersebut berdasarkan data EWS (Early Warning System) perusahaan. Memang belum ada hasil penelitian yang penulis baca dan jadikan bahan komparasi, tetapi secara faktual dilapangan memang banyak sekali tanaman bermanfaat (baca: refugia) dan beberapa gulma berbunga sebagaimana disebut diatas yang sengaja tidak dibasmi.

Sehingga minim sekali pengendalian kimiawi yang dilakukan karena minimnya tingkat serangan. Bahkan selama 15 hari penulis ada di kebun, Alhamdulillah blm ada laporan 1 blok-pun dari total 200 lebih blok (1 blok = 15-20 ha) yang gejala serangan hamanya melampaui Ambang Ekonomi (AE) dan harus segera dilakukan pengendalian.

Pada ahirnya, ternyata ada teknik pengelolaan hama yang lebih ramah lingkungan, dan implementatif dibandingkan dengan penggunaan pestisida, apalagi penggunaannya secara berlebihan berbahaya untuk lingkungan.

Secara praksis telah dibuktikan oleh PT. Sawit Asahan Indah, bahwa teknik pengendalian hayati menjadi pilihan yg baik. Semoga pembaca sekalian, dapat  mengadopsi strategi yang sudah diterpakan tersebut. Penulis membayangkan seandainya setiap petani Indonesia, memahami dan mau menanam Tanaman Bermanfaat (Refugia) di masing2 tepian lahanya sbg upaya mengundang predator dan parasitoid pasti akan terjadi keseimbangan di agroekosistemnya. Kalaupun belum berhasil bikin turun populasi hama, minimal menambah keindahan landscape daripada sawah dan mengundang para selfie hunter dari golongan muda untuk mau balik ke sawah.

Rohul, Riau (22/03/2018).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar